KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
ke hadirat Allah SWT. karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “KELOMPOK KERJA DAN KOMUNIKASI
DALAM ORGANISASI” tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT. dan tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................... 1
Daftar isi.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
Kelompok Kerja dan Komunikasi dalam
Organisasi
A.
Kelompok kerja.................................................................................... 5
ü Konsep
Dasar Mengenai Kelompok Kerja........................................... 5
ü Kelompok
Kerja Formal dan Informal ................................................ 6
ü Karakteristik
Kelompok Kerja.............................................................. 7
ü Mewujudkan
Kelompok Kerja Yang Efektif....................................... 9
ü Konflik
dalam kelompok kerja............................................................. 10
ü Sumber
Konflik.................................................................................... 11
ü Stimulasi
Konflik.................................................................................. 12
ü Pengendalian
Konflik........................................................................... 13
ü Penyelesaian
dan Penghilang Konflik.................................................. 14
B.
Komunikasi dalam
Organisasi.............................................................. 14
ü Pola
Komunikasi dalam Struktur Organisasi........................................ 16
ü Konflik
dan Komunikasi dalam Organisasi.......................................... 16
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 18
Daftar
Pustaka.................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kelompok kerja dan komunikasi sebagai salah satu kunci agar fungsi
implementasi dan pengarahan dapat berjalan secara efektif. Perlu disadari bahwa
organisasi adalah kumpulan orang-orang atau kumpulan individu dengan berbagai
karakteristik motif dan potensi. Ketik tujuan hendak dicapai, maka setiap
individu perlu menyadari bahwa selain dirinya merupakan individu yang memiliki
motif, namun juga merupakan bagian dari sebuah kelompok atau kumpulan, yaitu
organisasi. Pada intinya kelompok kerja disusun agar keragaman individu dapat
menjadi potensi yang terintegrasi dalam pencapaian tujuan, dan bukan malah
sumber konflik yang akan menghambat dalam pencapaian oraganisasi. Oleh karena
itu, selain kelompok kerja perlu disusun, faktor komunikasi antar pekerja, antar pemimpin dan bawahan,
dan antar bagian dalam organisasi juga
menentukan bagaimana kelompok kerja dapat berjalan secara efektif.
Akhirnya,dengan keragaman potensi individu,pola kepemimpinan yang sesuai,
kelompok kerja yang tangguh, serta komunikasi yang berjalan secara efektif,
fungsi implementasi dan pengarahan dari rencana yang telah disusun barangkali
tidaklah menjadi sesuatu yang sulit untuk dijalankan, sehingga tujuan akan
lebih mudah dicapai secara efektif dan efisien.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan kelompok kerja, konsep-konsep kelompok kerja, manfaat
kelompok kerja, dan konflik-konflik yang terjadi di dalam kelompok kerja dan
penyelesaiannya?
2.
Bagaimana
cara mewujudkan kelompok kerja yang efektif?
3.
Apa
yang dimaksud dengan komunikasi? Apa saja manfaat yang didapat dari
berkomunikasi di dalam organisasi? Bagaimana pola komunikasi dalam struktur
organisasi?
C.
Manfaat yang diperoleh
1.
Kita
dapat mengetahui tentang kelompok kerja,manfaat yang didapat dari kelompok
kerja dan penyelesaian konflik dalam kelompok kerja.
2.
mengetahui
cara-cara untuk mewujudkan kelompok kerja yang efektif dan efisien.
3.
Mengetahui
tentang komunikasi di dalam kelompok kerja dan manfaatnya, dan mengetahui pola
komunikasi dalam kelompok kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
KELOMPOK KERJA DAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
A.
Kelompok Kerja
Konsep Dasar Mengenai Kelompok kerja
Stoner, Freeman,
dan Gilbert mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang
saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang
dipahami bersama (two or more eople who interact and influence each other
toward a common purpose). Karakteristik kelompok:
·
Merupakan
kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya
karakteristik yang berbeda dari setiap orang
·
Adanya
interaksi di antara kumpulan orang tersebut
·
Adanya
tujuan bersama yang ingin dicapai
Berdasarkan karakteristik ini, jika kita memahami bahwa pekerjaan
adalah sesuatu yang telah direncanakan oleh organisasi untuk dilakukan dalam
rangka pencapaian tujuan, maka kelompok kerja dapat didefenisikan sebagai
kelompok yang disusun oleh organisasi dengan tujuan untuk menjalankan berbagai
pekerjaan yang terkait dengan pencapaian tujuan organisasi.
Kelompok kerja
perlu disusun terutama jika organisasi atau perusahaan beranggotakan
orang-orang dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kegiatan luas, dan
pengelolaan sumber daya yang banyak. untuk orgsnisasi yang beranggotakan
sedikit orang 5-10 orang, barangkali keseluruhan anggota tersebut merupakan
juga satu kelompok kerja, adapun untuk organisasi yang memiliki ribuan orang
anggota, maka kelompok kerja yang disusun berdasarkan tujuan jangka pendek,
jangka menengah, maupun jangka panjang, tergantung dari alasan dan tujuan dari
kelompok kerja tersebut disusun.[1]
Kelompok Kerja Formal dan Informal
Secara teoritis maupun praktik, kelompok kerja dapat dibagi dua, yaitu
kelompok kerja formal dan kelompok kerja informal.
Kelompok kerja formal
Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer
dimana kelompokkerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan
pencapaian tujuan organisasi. Kelompok kerja formal dapat berupa formal dapat
berupa kelompok kerja langsung, kepanitiaan, dan kelompok kerja temporal atau
khusus. Kelompok kerja langsung merupakan kelompok kerja yang disusun
oleh manajer dan beranggotakan beberapa orang bawahan yang berada dibagian
dimana manajer tersebut ditugaskan. Kelompok kerja langsung biasanya dibentuk
atau terbentuk dengan sendirinya (pada saat departementalisasi dilakukan)
sebagai konsekuensi langsung dari rencana organisasi yang telah dibuat dan
ketika struktur orgaisasi terbentuk. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan
oleh kelompok kerja langsung adalah
kegiatan yang bersifat utama dari sebuah organisasi dan kebanyakan bersifat
rutin, artinya yang selalu dilakukan oleh organisasi tersebut. Kepanitiaan
adalah kelompok kerja yang disusun oleh manajer dan beranggotakan beberapa
orang yang bisa berasal dari bagian yang sama, atau juga dari bagian lain dari
organisasi. Kepanitiaan disusun berdasarkan tugas-tugas tertentu yang tidak
rutin, namun disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi pula.
Kepanitiaan biasanya dibuat untuk jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan
oleh organisasi. Kelompok kerja temporal atau khusus adalahh kelompok
kerja yang disusun untuk kepentingan-kepentingan khusus yang bersifat
sementara. Diantara contoh dari kelompok kerja seperti ini, misalnya ketika
perusahaan melakukan kerja sama dengan perusahaan lain dalam sebuah kegiatan,
maka perusahaan dapat membentuk kelompok kerja ini, atau juga untuk suatu
kepentingan internal perusahaan dapat juga membentuk kelompok kerja ini dan
lain sebagainya. Sekalipun bersifat khusus, kelompok in tetap disusun untuk
mendukung pencapaian tujuan organisasi,hanya saja biasanya dibenuk dari
program-program yang bersifat tidak tetap dan sementara.
Kelompok kerja informal
Kelompok kerja
informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan sendirinya
ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya biasanya tidak terkait
langsung dengan rencana-rencana rutin dari organisasi, namun secara tidak
langsung akan mempengaruhi kinerja dari orang-orang dalam organisasi.[2]
Contohya adalah kelompok olahraga yang beranggotakan para pegawai termasuk juga
para manajer, kelompok hobi, dan lain-lain. Kelompok informal ini biasanya
terbentuk dan dibentuk untuk memelihara budaya
organisasi tertentu yang akan mendukung terpeliharanya kekompakan,
persatuan, dan kinerja dari kelompok kerja formal. Paling tidak ada empat
tujuan mengapa kelompok kerja informal ini dibentuk:
1)
Untuk
memelihara dan memperkuat perilaku positif dari para anggota
2)
Untuk
menciptakan dan memelihara interaksi sesama anggota, sehingga anggota merasa
nyaman, puas, dan aman.
3)
Untuk
membantu para anggota agar dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dalam
bentuk yang informa dan fleksibel
4)
Untuk
membantu manajer dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mungkin dalam
kondisi formal tidak dapat diselesaikan. Kadang kala seseorang lebih dapat
berkomunikasi ketika tengah bermain tenis bersama misalnya.
Karakteristik Kelompok Kerja.
Bagaimana agar kita dapat mengelola kelompok kerja dengan efektif?
Salah satu kunci pokoknya adalah dengan mengenali karakteristik dari kelompok
kerja tersebut. Di antara kerakteristik yanag akan dibahas adalah
Tahapan dalam Pembentukan dan Interaksi tim kerja
Paling tidak,
sebagaimana yang dikemukakan oleh B.W. Tuckman yang dikutip oleh Stoner,
Freeman, Gilbert, terdapat 5 tahapan bagaimana sebuah tim kerja terbentuk dan
berinteraksi. Kelima tahapan tersebut adalah:
a)
Tahap
Pembentukkan (forming)
Dimana
kelompok kerja dibentuk oleh manajer. Kelompok kerja yang terbentuk akan terdiri
dari pemimpin kelompok dan anggota. Masing-masing anggota dari kelompok kerja
akan ditentukan tugas-tugas yang harus dikerjakan
b)
Tahapan
penguatan (storming)
Pada
tahapan ini, anggota-anggota yang telah menerima tugasnya masing-masing mulai
berinteraksi satu sama lainnya.kadang kala karena disebabkan perbedaan
karakteristik individu serta persepsi mengenai pekerjaan mereka masing-masing,
termasuk juga pola komunikasi yang yang dibangun. Pada tahap ini konflik dalam
kelompok kerja dapat terjadi.
c)
Tahapan
Penyesuaian (norming)
Merupakan
tindak lanjut dari tahap kedua. Ketika kelompok kerja telah saling
berinteraksi, hingga barangkali bisa terjadi konflik, maka tahapan ini
merupakan tahapan di mana keseluruhan anggota secara almiah ataupun dipaksa
harus menyesuaikan diri dengan berbagai perbedaan yang ada dan terjadi. Norma
yang diyakini bersama sebagai sesuatu yang harus dijalankan, kadangkala menjadi
titik temu untuk bisa saling menyesuaikan diri dalam bekerja.
d)
Tahapan
Perwujudan (performing)
Di
mana hasil dari pekerjaan masing-masing anggota maupun secara kelompok dapat
terwujud dan terlihat. Itu sebabnya tahapan keempat ini dinamakan performing,
di mana setiap anggota akan memperlihatkan hasil dari setiap pekerjaannya, dan
akan dievaluasi sampai sejauh mana tingkat kesesuaiannya terhadap tujuan dari
kelompok kerja.
e)
Tahap
Pencarian atau Penilaian (adjourning)
Diman
masing-masing anggota mengalami tahapan
akhir dari proses pengerjaan bersama kelompok kerja. Pada tahapan ini, anggota
akan ada yang merasa puas, kecewa, atau penasaran, tergantung dari
tahapan-tahapan sebelumnya. Dapat dikatakan pula bahwa tahapan ini merupakan
tahapan antiklimaks dari seluruh rangkaian kerja dari kelompokk kerja.
Di dalam kelompok
kerja norma sangatlah pernting,mengapa? Hal ini terkait dengan keragaman
karakteristik individu. Keragaman pada dasarnya memiliki dua potensi, potensi
untuk saling mengisi dan berinteraksi secara positif, atau potensi konflik dan
berinteraksi secara negatif. Selain norma, solidaritas dan integritas dalam
kelompok kerja (Cohesiveness) sangat menentukan sampai sejauh mana kelompok
kerja dapat menjalankan fungsinya dalam
pencapaian tujuan.[3]
Mewujudkan Kelompok Kerja Efektif
Sekalipun manajemen organisasi merupakan proses yang berkelanjutan,
sehingga dalam proses yang dijalankan tersebut sangat mungkin terjadi fluktuasi
dalam hal kinerja yang ditunjukkan para anggota kelompok kerja. Namun ada
beberapa panduan yang dapat digunakan agar kelompok kerja dapat berjalan secara
lebih efektif. Diantaranya adalah:
1.
Tujuan
dari pembentukan kelompok kerja hendaknya benar-benar jelas sehingga para
anggota dapat mengenali secara jelas apa yang menjadi tujuan dari kelompok
kerja yang dibentuk serta memperjelas arah yang akan dituju oleh kelompok kerja
2.
Peran
serta pembagian kerja dari setiap anggota keolompok kerja perlu juga
diperjelas. Artinya, struktur tugas ataupun pekerjaanya perlu disusun secara
jelas.
3.
Jumlah
anggota yang optimal dalam sebuah kelompok kerja perlu ditentukan. Jumlah ini
perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang akan dijalankan. Terlalu banyak
anggota dapat menyebabkan sebagian anggota menganggur, terlalu sedikit juga
akan menyebabkan beban anggota melebihi kemampuannya.
4.
Pemimpin
dari kelompok kerja perlu ditentukan atas dasar kapabilitasnya dikelompok kerja
tersebut. Jika memungkinkan, dirinya tidak hanya memiliki kapabilitas sebagai
pemimpin formal, namun juga sebagai pemimpin informal.
5.
Seluruh
sumber daya yang diperlukan handaknya tersedia, terdistribusi secara merata
sesuai dengan struktur tugas yang telah ditentukan.
6.
Norma-norma
perlu disepakati sebelim pekerjaan dilakukan.
7.
Jadwal
kerja perlu tersusun secara spesifik dan disusun bersama seluruh anggota
kelompok kerja agar rasa memiliki dan tanggung jawab dari seluruh anggota kerja
dapat diandalkan.
8.
Perludiadakanmomentum-momentum
formal maupun informal untuk lebih memperkuat solidaritas dan integritas sesama
anggota.
9.
Fokuskan
setiap kejadian pada kinerja kelompok
kerja, bukan pada personality dari para anggota. Mengevaluasi atas apa yang
telah dikerjakan oleh anggota sangat perlu begitu juga evaluasi pekerjaan.
Manajer harus bisa membedakan antara mengevaluasi pekerjaan dan mengevaluasi
anggota.
Sekalipun dalam praktiknya panduan-panduan di atas tidak secara
otomatis dijalankan, namun setidaknya beberapa hal penting yang terkait dengan
kelompok kerja agar berjalan efektif untuk perlu dikenali.
Konflik
Dalam Kelompok Kerja
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan.
Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan
konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi
senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan
menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang
memadai terhadap ide-ide yang berkembag Manajemen konflik
sangatberpengaruhbagianggotaorganisasi.
Perbedaan karakteristik individu bisa mendorong terjadinya konflik atau potensi negatif dalam organisasi. Namun, pembahasan mengenai konflik tersebut belum dillakukan, sehingga bagian ini akan menguraikan secara khusus mengenai konflik tersebut. Konflik adalah adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara beberapa pihak dalam suatu orgnisasi dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi, maupun diantara anggota di dalam suatu bagian tertentu dalam organisasi. Secara garis besar konflik dalam suatu organisasi dapat terjadi dalam berbagai keadaan, diantaranya:
Perbedaan karakteristik individu bisa mendorong terjadinya konflik atau potensi negatif dalam organisasi. Namun, pembahasan mengenai konflik tersebut belum dillakukan, sehingga bagian ini akan menguraikan secara khusus mengenai konflik tersebut. Konflik adalah adanya kesenjangan atau ketidaksesuaian diantara beberapa pihak dalam suatu orgnisasi dengan organisasi lain, diantara berbagai bidang dalam sebuah organisasi, maupun diantara anggota di dalam suatu bagian tertentu dalam organisasi. Secara garis besar konflik dalam suatu organisasi dapat terjadi dalam berbagai keadaan, diantaranya:
v Konflik antarbawahan dibagian yang sama.
v Konflik antara bawahan dan pimpinan dibagian yang sama.
v Konflik antarbawahan dari bagian yang berbeda.
v Konflik antara pimpinan dan bawahan dari bagian yang berbeda.
v Konflik antarpimpinan dari bagian yang berbeda.
v Dan lain sebagainya.
Konflik pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang alamiah dan dapat
diperkirakan terjadi ketika sebuah lingkungan atau orgnaisasi terdiri dari
berbagai karakteristik individu. Beberapa dampak konflik terhadaporganisasi,
antara lain:
v Konflik dapat menyebabkan kelompok kerja lemah dan berbagai
pekerjaan dalam organisasi atau perusahaan akan terbengkalai.
v Konflik bisa menjurus pada persoalan personal antarindividu dalam
organisasi. Jika konflik sudah mengarah pada persoalan personal, agak sulit
bagi perusahaaan untuk bersikap profesional dan membedakan antara urusan yang
bersifat organisasional dan personal, namun yang jelas kinerja organisasi akan
terganggu.
v Konflik memiliki dampak fositif ketika manajer atau pemimpin dapat
mengelola konflik menjadi persaingan sehat antar individu, sehingga kinerja
organisasi justru mungkin dapat ditingkatkan. Namun, prasyarat agar konflik
menjadi dampak fositif adalah kuatnya peran pimpinan dan manajer dalam
organisasi.
v Konflik menyebabkan berbagai hal yang tidak terkait langsung dengan
tujuan organisasi muncul, sehingga sangat mungkin untuk terjadinya pemborosan
waktu, uang, serta berbagai sumber daya lainnya.
Sumber Konflik
Konflik
yang terjadi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, diantara nya:
FAKTOR KOMUNIKASI. Faktor komunikasi dapat jadi penyebab konflik
ketika para anggota sebuah organisasi maupun antar organisasi tidak dapat atau
tidak mau untuk saling mengerti dan saling memahami dalam berbagai hal dalam
organisasi.
FAKTOR STRUKTUR TUGAS DAN STRUKTUR
ORGANISASI. Struktur tugas dapat menyebabkan konflik ketika sebagian anggota
tidak bisa memahami pekerjaan mereka dari struktur tugas yang ada, atau juga
terjadi ketidaksesuaian dalam hal pembagian kerja, maupun prosedur kerja yang
tidak dipahami. Struktur organisasi dapat menyebabkan konflik ketika sebagian
anggota merasa tidak cocok untuk berada di suatu bagian dalam organisasi, atau
juga bisa berupa adanya upaya untuk meraih satu posisi tertentu, maupun
berbagai hal lainnya yang terkait dengan posisi atau bagian yang ada dalam
organisasi.
FAKTOR PERSONAL. Faktor personal dapat
menjadi sumber konflik dalam organisasi ketika individu-individu dalam
organisasi tidak dapat saling memahami satu sama lain, sehingga terjadi
berbagai persoalan yang dapat mendorong terciptanya konflik antar individu,
baik di dalam satu bagian tertentu maupun antar bagian tertentu dalam
organosasi.
FAKTOR LINGKUNGAN. Faktor lingkungan
dapat menjadi sumber konflik ketika lingkungan dimana setiap individu bekerja
tidak mendukung terwujudnya suasana kerja yang kondisif bagi efektivitas
pekerjaan yang dilakukan oleh setiap orang maupun setiap kelompok kerja.
Lingkungan yang kurang ventilas, panas, hingga penataan antar bagian yang tidak
sesuai dengan keinginan para pekerja dapat menjadi contoh faktor lingkungan
yang bisa memicu terjadinya konflik.
Stimulasi
Konflik
Stimulasi
konflik pada dasarnya adalah upaya dilakukan oleh manajer terhadap konflik yang
terjadi dengan jalan memberikan umpan-umpan stimulan yang menyebabkan
pihak-pihak yang terlibat konflik mengarahkan konfliknya kepada sesuatu yang bersifat
positif bagi dirinya dan organisasi. Di antara program yang dapat dijalankan
adalah memosisikan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik kedalam suatu
situasi dimana mereka terlibat dalam sebuah persaingan positif yang akan
meningkatkan kinerja mereka sekaligus juga organisasi. Memasukkan faktor
persaingan ini dapat dilakukan dengan tawaran kompensasi tertentu sehingga
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik akan benar-benar melakukan persaingan
antar mereka. Tawaran kompensasi tersebut dapat berupa pemberian bonus,
insentif, dan bentuk kompensasi lainnya. Selain memperkenalkan persaingan
kedalam pihak-pihak yang terlibat konflik, stimulasi konflik dapat juga
dilakukan dengan jalan memasukkan pihak ketiga diantara pihak-pihakyang
terlibat konflik agar konflik tersebut dapat diminimalkan dengan kehadiran
pihak ketiga tersebut. Bentuk stimulasi lain yang juga bisa dilakukan adalah
dengan melakukan perubahan pada aturan main atau prosedur yang selama ini
berlaku dalam organisasi. Dengan adanya perubahan prosedur atau aturan main
tersebut diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dapat melakukan
penyusaian ulang mengenai posisi mereka dalam organisasi sehingga konflik
dengan sendirinya akan tersesuaikan pula.
Pengendalian
Konflik
Selain memberikan
stimulasi kepada pihak-pihak yang terlibat konflik, pendekatan lain yang bisa
digunakan adalah pengendalian konflik. Pengendalian konflik ini dilakukan untuk
memastikan bahwa konflik dapat senantiasa dihindari dan kalaupun terjadi dengan
segera bisa disesuaikan kembali.
Diantara program yang bisa dilakukan adalah malalui perluasan penggunaan
sumberdaya organisasi. Konflik yang disebabkan oleh adanya masalah dalam
penggunaan suber daya (sebagaimana diterangkan dalam “sumber konflik” diatas),
katakanlah dari sisi fasilitas yang dirasakan dan digunakan oleh anggota
organisasi, diharapkan bisa diselesaikan melalui program perluasan penggunaan
sumber daya organisasi tersebut. Selain itu pula, diantara upaya atau program
yang dapat dilakukan, adalah dengan meningkatkan koordinisasi antar bagian
dalam organisasi. Hal ini akan menyebabkan
konflik yang terutama disebabkan oleh kurangnya koordinisasi atau
kejelasan struktur pekerjaan misalnya, dapat diselesaikan dengan baik melalui
koordinasi yang intensif. Banyak konflik terjadi bukan disebabkan orang-orang
yang ada dalam organisasi tidak andal, melainkan karena kurangnya koordinisasi.
Selain peningkatan koordinasasi, bisa pula dilakukan pendekatan melalui upaya
pncarian titik temu antar pihak yang terlibat dalam konflik unutk menyusun
tujuan bersama yang ingin dicapai dalam organisasi, sehingga berbagai pihak
yang terlibat dalam konflik dapat kembali di ingatkan akan tujuan utama dari
organisasi. Konflik dapat pula dikendalikan melaui penyusaian perilaku para pekerja
dengan apa yang semestinya dijalankan diperusahaan melalui ketentuan-ketentuan
yang diberlakukan. Sebagian konflik terjadi karena orang-orang tersebut tidak
berperilaku sebagaimana mestinya dalam sebuah organisasi.
Penyelesaian
dan Penghilangan Konflik
Dua pendekatan
diatas merupakan sebagian upaya untuk menjadikan konflik sesuatu yang dapat
diterima secara alamiah, namun tetap harus diwaspadai agar konflik yang terjadi
dapat diarahkan kepada pencapai kinerja organisasi yang lebih baik. Pada
kenyataannya konflik sekalipun telah diusahakan untuk terjadi, namun selalu
saja dapat terjadi. Untuk kasus seperti ini, maka konflik harus dihadapi dan
diseesaikan. Diantara program yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan dan
menghilangkan konflik, yaitu dengan melalui penghindaran konflik. Jika kita
mengetahui bahwa terdapat dua orang yang kalau dipertemukan akan terjdi
konflik, maka salah satu upaya penghindarannya adalah dengan memisahkan mereka
dari bagian kerja yang sama, atau jika berada dalam bagian yang sama mungkin
dengan jalan membagi waktu kerja yang
berbeda, dan seterusnya. Selain itu pula, yang bisa dilakukan untuk
menyelesaikan konflik adalh mempertemukan pihak-pihak yang bertikai untuk
kemudian meminta mereka untuk
menyelesaiakan konflik mereka dihadapan pihak ketiga atau antar mereka sendiri
dengan desakan terhadap mereka untuk melakukan kompromi.[4]
B.
Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dapat didefenisikan sebagai memberi atau tukar
informasi, isyarat, atau pesan melalui kata, gerakan badan atau tulisan.
Defenisi ini menandakan bahwa komunikasi sebagai sebagai satu proses sepihak.
Tapi sebenarnya tidaklah begitu, komunikasi bukan hanya sekedar menyampaikan
pesan. Ini menyangkut interaksi antara dua insan atau lebih . agar komunikasi
menjadi efektif, kedua pihak harus terus menerus memberi dan menerima informasi
baik lisan maupun tertulis.[5]
Suatu keterampilan utama yang diharapkan dari seorang manajer ialah
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Keterampilan untuk memberlakukan
kebijaksanaan, mengupayakan supaya instruksi-instruksinya dapat dipahami denga
jelas dan menyempurnakan pelaksanaan kerja tergantung dari komunikasi yang
efektif. Manajer yang tidak dapat berkomunikasi dengan bawahannya tentang
pekerjaan-pekerjaan yang perlu dilaksanakan tidak akan berhasil menyuruh
bawahannya mengerjakannya. Sebaliknya, apabila bawahan tidak dapat
berkomunikasi secara bebas dengan manajernya, maka informasi yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaan secara sukses itu tidak akan ada.
Komunikasi merupakan cara untuk memudahkan manajemen, akan tetapi
bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri dan menjadi bagian yang pokok
dari segala sesuatu yang dikerjakan oleh manajer. Ada yang mengatakan bahwa dua
pertiga waktu manajer terpakai untuk berkomunikasi. memberikan informasi penuh
kepada rekan-rekan kerjanya dan mendapatkan saling pengertian merupakan hal-hal
yang penting sekali, sehingga ada beberapa pihak yang menarik kesimpulan bahwa
manajemen adalah berkomunikasi. Akan tetapi sesungguhnya berkomunikasi hanya
merupakan bagian dari manajemen.
Berkomunikasi mengandung artiyang lebih luas dari pada sekedar
mengatakan atau menuliskan sesuatu. Didalamnya juga tercakup suatu pengertian.
Tidak akan ada komunikasi apabila anda tidak dapat dimengerti dan kekurangan
tersebut merupakan penghalang utama dalam berkomunikasi.
Kondisi-kondisi yang dapat membantu komunikasi menjadi efektif:
mengetahui sepenuhnya hal-hal yang ingin dikomunikasikan, berkomunikasi
secukupnya, menyadari bahwa komunikasi dapat dirubah distribusinya, gunakan
simbol-simbol atau alat visual yang memadai, dan hati-hati dalam memilih
informasi yang dikomunikasikan.[6]
Tantangan terbesar dalam
berkomunikasi adalah mengerti pikiran, latar belakang dan proses berpikir
pendengar anda. Bila anda tahu ini, anda dapat mencegah “gangguan komunikasi”.
Sukses tidak dapat dicapai tanpa hubungan dengan orang lain. Namun benar juga
bahwa bagaimana dan seberapa jauh dan dalamnya hubungan tersebut ditentukan
oleh komunukasi.
Fungsi komunikasi antara lain: Alat kontrol perilaku anggota dalam
sebuah organisasi dalam berbagai cara, motivasi kerja kru juga dapat
ditingkatkan melalui komunikasi, berperan sebagai media untuk mengungkapkan
ekspresi emosional perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial, dan komunikasi
memfasilitasi pengambilan keputusan.[7]
Pola Komunikasi Dalam Struktur Organisasi
Pola komunikasi dalam struktur organisasi secara garis besar dapat
berupa komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi
vertikal adalah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang
berada pada tingkatan organisasi yang lebih tinggi dengan tingkatan yang lebih
rendah atau juga sebaliknya. Komunikasi vertikal biasanya dilakukan dalam hal
komunikasi berupa pemberian tugas (dari atas ke bawah), pemberian arahan (atas
ke bawah), maupun pelaporan dan pertanggung jawaban (dari bawah ke atas).
Adapun komunikasi horizontal biasanya dilakukan antara seseorang dengan orang
lain yang memiliki tingkatan organisasi yang sama. Bentukkomunikasi yang
dilakukan diantaranya adalah komunikasi dalam rangka koordinasi, kerja sama,
dan lain sebagainya.
Konflik dan Komunikasi
dalam Organisasi
Terjadinya
konflik di dalam organisasi dapat diidentifikasi bahwa salah satu penyebab nya
adalah faktor komunikasi. Komunikasi yang tidak tepat atau yang salah akan
menyebakan akan terjadinya salah komunikasi atau salah persepsi atau sering
dinamakan sebagai miscomunication, yaitu ketika komunikasi yang
dilakukan tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ingin dikomunikasikan. Disisi
yang lain, beberapa pendekatan dalam manajemen konflik juga telah menjelaskan
bahwa konflik bisa di selesaikan melalui stimulasi, pengendalian bahkan hingga
penyelesaian konflik. Namun jika kita perhatikan secara seksama, ketiga
pendekatan tersebut tidak dapat dijalankan secara efektif jika tidak
dikomunikasikan dengan jelas,baik,dan tepat.
Faktor komunikasi berperan penting
dalam penyelesaian konflik, dan berperan penting juga dalam organisasi, oleh
karena nya komunikasi memiliki peran yang penting dalam organisasi.
BAB III
KESIMPULAN
kelompok sebagai kumpulan dua orang atau lebih yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk suatu tujuan tertentu yang dipahami
bersama (two or more eople who interact and influence each other toward a
common purpose).Karakteristik kelompok:
·
Merupakan
kumpulan yang beranggotakan lebih dari satu orang, yang berarti adanya
karakteristik yang berbeda dari setiap orang
·
Adanya
interaksi di antara kumpulan orang tersebut
·
Adanya
tujuan bersama yang ingin dicapai
Kelompok Kerja Formal dan Informal
Kelompok kerja formal
Kelompok kerja yang dibentuk atau disusun secara resmi oleh manajer
dimana kelompokkerja tersebut diberikan tugas dan pekerjaan yang terkait dengan
pencapaian tujuan organisasi.
Kelompok kerja informal
Kelompok kerja
informal adalah kelompok kerja yang disusun atau tersusun dengan sendirinya
ketika beberapa anggota dari organisasi yang kegiatannya.
Mewujudkan Kelompok Kerja Efektif
1.
Tujuan
dari pembentukan kelompok kerja hendaknya benar-benar jelas
2.
Peran
serta pembagian kerja dari setiap anggota keolompok kerja perlu juga diperjelas.
3.
Jumlah
anggota yang optimal dalam sebuah kelompok kerja perlu ditentukan.
4.
Pemimpin
dari kelompok kerja perlu ditentukan atas dasar kapabilitasnya dikelompok kerja
tersebut.
5.
Seluruh
sumber daya yang diperlukan handaknya tersedia, terdistribusi secara merata.
6.
Norma-norma
perlu disepakati sebelim pekerjaan dilakukan.
7.
Jadwal
kerja perlu tersusun secara spesifik dan disusun bersama seluruh anggota.
8.
Perludiadakanmomentum-momentum
formal maupun informal untuk lebih memperkuat solidaritas dan integritas sesama
anggota.
Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi dapat didefenisikan sebagai memberi atau tukar
informasi, isyarat, atau pesan melalui kata, gerakan badan atau tulisan.
Pola Komunikasi Dalam Struktur Organisasi
Pola komunikasi dalam struktur organisasi secara garis besar dapat
berupa komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal.
Faktor komunikasi berperan penting dalam penyelesaian
konflik, dan berperan penting juga dalam organisasi, oleh karena nya komunikasi
memiliki peran yang penting dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Sule,
Erniie Tisnawati, kurniawan saefullah. Pengantar Manajemen. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010
Amin,
A. Riawan. Menggagas Manajemen Syariah. Jakarta: Salemba Empat,2010
Terry,
George R. Prinsip-prnsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 1993
Susanto,
Adi. Kewiraswastaan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
Swastha,
DR. Basu. Pengantar Bisnis Modern. Yogyakarta: Liberty, 2002
[1] Erni
Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen,
(jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010),hlm 280-28282
[2] Basu
swashta, Ibnu Sukotjo. Pengantar Bisnis Modern,(Yogyakarta:Liberty,cetakan kesepuluh,2002).hlm
130
[3] Erni
Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen,
(jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010)
[4] Erni
Tisnawati Sule, Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen,
(jakarta:Kencana,cetakan ke-5,2010)
[5] Adi
Susanto. Kewiraswastaan,(Jakarta,Ghalia Indonesia,Cetakan pertama,2002
[6] George
R. Terry, prinsip-prinsip Manajemen,(Jakarta, cetakan Kelima,1993)
[7] A.Riawan
Amin, Menggagas Manajemen Syariah,(jakarta:cetakan pertama,2011)hlm.166
2 komentar:
makasih makalahnya bermanfaat sekali
bermanfaat sekali infonya..
MetroWorld Host, Solusi web hosting terbaik untuk blogger
Posting Komentar